Perbandingan Kinerja Metode Multilayer Perceptron dan Deep Neural Networks dalam Deteksi Kanker Kulit

Abstrak—Teknologi klasifikasi citra semakin berkembang seiring dengan kemajuan kamera portable. Penelitian ini membandingkan metode untuk klasifikasi citra menggunakan multilayer perceptron dan deep neural networks dalam mendeteksi kanker kulit. Metode deep neural networks yang digunakan mencakup Convolutional Neural Network dengan mode baru dan pre-trained model (Transfer Learning). Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem deteksi kanker kulit yang handal. Citra penyakit kulit yang digunakan berasal dari HAM10000. Evaluasi dilakukan berdasarkan akurasi tertinggi dengan waktu eksekusi yang minimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deep neural networks lebih akurat dan cepat dalam mengklasifikasikan citra. Kata Kunci—multilayer perceptron, deep neural networks, transfer learning, klasifikasi citra.

I. PENDAHULUAN Kanker kulit adalah jenis kanker yang mudah didiagnosis karena dapat terlihat secara langsung pada kulit. Indonesia, sebagai negara yang berada di garis khatulistiwa, sering terkena paparan sinar matahari yang merupakan faktor risiko utama untuk kanker kulit. Dengan perkembangan kecerdasan buatan di bidang medis, deteksi dini kanker kulit menjadi mungkin dilakukan. Salah satu tantangan utama dalam visi komputer adalah klasifikasi citra, yaitu bagaimana mengajarkan komputer untuk memahami citra seperti manusia.

Banyak penelitian telah dilakukan dalam bidang klasifikasi citra, termasuk menggunakan pendekatan Jaringan Saraf Tiruan (multilayer perceptron) yang terinspirasi dari jaringan saraf manusia. Konsep multilayer perceptron kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi Deep Neural Networks (Deep Learning). Metode multilayer perceptron dan deep neural networks digunakan dalam klasifikasi citra untuk mendeteksi kanker kulit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan metode yang lebih handal. Sistem program dirancang menggunakan library Keras dan IDE Jupyter Notebook.

Convolutional Neural Network

Beberapa penelitian terkait yang menjadi acuan meliputi penelitian oleh Aimi Abdul Nasir et al. dalam klasifikasi citra sel leukimia menggunakan multilayer perceptron dan simplified fuzzy ARTMAP neural. Penelitian ini mencapai akurasi 95,70% pada multilayer perceptron dan 92,43% pada simplified fuzzy ARTMAP neural. Syafiqah Ishaka et al. pada tahun 2015 melakukan penelitian klasifikasi citra penyakit pada daun menggunakan multilayer perceptron dan radial basis function.

Abas et al. pada tahun 2018 berhasil mengidentifikasi dan mengklasifikasikan spesies tanaman berdasarkan citra bunga dengan menggunakan dataset The Flower. Penelitian ini menggunakan Transfer Learning dengan pre-trained model VGG16 yang telah dilatih menggunakan dataset besar, yaitu ImageNet. Penelitian lain yang menggunakan dataset HAM10000 dilakukan oleh Katherine M.Li dan Evelyn C.Li pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode convolutional neural network dengan pre-trained model DenseNet201, ResNet152, Inception V4, dan ResNet50.

Pada tahun 2019, Purwaningsih et al. melakukan penelitian mengenai klasifikasi citra wayang golek yang diperoleh dari mesin pencarian Google. Penelitian ini menggunakan metode convolutional neural network dan mendapatkan akurasi uji 100%. Lee et al. pada tahun 2019 melakukan penelitian klasifikasi citra penyakit kulit menggunakan dataset HAM10000. Penelitian ini menggunakan metode convolutional neural network dengan pre-trained model DenseNet dan stochastic gradient descent untuk optimisasi.

Cevik dan Zengin melakukan penelitian pada tahun 2019 tentang klasifikasi penyakit kulit menggunakan dataset HAM10000. Penelitian ini menggunakan k-fold cross validation dan Transfer Learning dengan pre-trained model VGG-16. Xin dan Wang pada tahun 2019 melakukan penelitian pada klasifikasi citra menggunakan dataset MNIST dan CIFAR-10 dengan metode convolutional neural network.

II. METODE PENELITIAN Konsep penelitian ini adalah membandingkan kinerja metode multilayer perceptron dan deep neural networks dalam klasifikasi citra kanker kulit. Metode deep neural networks menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) dengan model baru dan transfer learning (CNN dengan pre-trained model). Sistem deteksi kanker kulit dirancang menggunakan bahasa pemrograman Python dan library Keras. Dataset yang digunakan berasal dari open source HAM10000. Evaluasi dilakukan berdasarkan akurasi dan waktu eksekusi.

Penelitian ini membutuhkan hardware berupa komputer dan software berupa IDE. Spesifikasi komputer yang digunakan tercantum pada Tabel 1. Software yang dibutuhkan termasuk sistem operasi Windows 10 64 bit, bahasa pemrograman Python, dan IDE Jupyter Notebook. Dataset yang digunakan adalah citra dari dataset HAM10000, yang terdiri dari 10015 citra dermatoscopic yang dikumpulkan selama 20 tahun dari dua lokasi yang berbeda.

Perancangan arsitektur terdiri dari dua model, yaitu Multilayer Perceptron (MLP) dan Convolutional Neural Network (CNN). Model MLP memiliki 5 lapisan hidden layer, sedangkan model CNN terdiri dari 4 lapisan Convolutional Layer, 4 Max pooling layer, dan 2 dense layer pada akhir arsitektur. Arsitektur dari kedua model dapat dilihat pada lampiran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan dua kategori citra penyakit kulit menggunakan algoritma Convolutional Neural Network. Model CNN yang digunakan memiliki dua tahap, yaitu ekstraksi fitur dan klasifikasi. Pada tahap ekstraksi fitur, ukuran gambar input adalah 128 x 128 x 3 (RGB), dengan setiap lapisan konvolusi menggunakan filter 3x3. Tahap klasifikasi menggunakan fully connected layer dengan dua neuron untuk mengklasifikasikan dua kategori.

Transfer Learning

Pada Transfer Learning, digunakan pre-trained model VGG-16. Proses transfer learning mirip dengan Convolutional Neural Network karena kedua arsitektur tersebut terdiri dari ekstraksi fitur dan klasifikasi. Dalam penelitian ini, model VGG-16 yang telah dilatih dengan data ImageNet digunakan dengan cara membangun arsitektur yang serupa dengan VGG-16 tetapi tanpa fully connected layer dan mendownload bobotnya.

Metode transfer learning menggunakan model VGG16 dengan total lapisan sebanyak 16. Bentuk input VGG16 adalah 224 x 224 karena model ini dilatih menggunakan data ImageNet yang memiliki citra berukuran 224 x 224. Namun, dalam penelitian ini, ukuran input diubah menjadi 128 x 128 karena waktu pelatihan yang sangat lama untuk memproses gambar berukuran 224 x 224. Flowchart transfer learning dapat dilihat pada Gambar 3.

E. Pengujian

Pengujian dilakukan untuk memeriksa akurasi prediksi dan waktu yang dibutuhkan oleh model Convolutional Neural Network, Multi-Layer Perceptron, dan Transfer Learning. Akurasi menjadi parameter penting untuk mengevaluasi kualitas klasifikasi citra. Selain itu, waktu juga penting karena sistem yang efisien harus mampu mengklasifikasikan citra dengan cepat. Pengujian dilakukan menggunakan dataset HAM10000.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Perbandingan Akurasi

Pengujian dilakukan pada dataset HAM10000 menggunakan metode multilayer perceptron dan deep neural networks. Setiap kelas penyakit kulit, berdasarkan area lapisan kulit, diuji menggunakan program deteksi yang telah dirancang. Persentase akurasi keseluruhan ditampilkan dalam Tabel 3 di bawah ini.

Informasi dalam tabel menunjukkan variasi akurasi antara MLP, CNN, dan TL. Berdasarkan data tersebut, CNN dan TL menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mempelajari citra dibandingkan Multilayer Perceptron. Transfer Learning mencapai akurasi 100% dalam klasifikasi citra Basal Cell Carcinoma dan Vascular. Selain akurasi, waktu pengujian juga penting dalam deep learning. Grafik perbandingan antara MLP, CNN, dan TL pada akurasi pelatihan, akurasi validasi, dan akurasi uji dapat dilihat pada Gambar.

Akurasi validasi merupakan estimasi akurasi yang diperoleh saat menguji data baru (Akurasi Uji). Dari hasil akurasi validasi di atas, terlihat bahwa klasifikasi basal cell carcinoma dan vascular memiliki nilai tertinggi pada metode transfer learning, yaitu 93,91%. Hal ini mengindikasikan bahwa dapat diharapkan hasil akurasi uji akan setara atau bahkan lebih tinggi dari akurasi validasi saat menerapkan model pada data baru.

Akurasi uji dihitung berdasarkan persentase dari jumlah data yang terklasifikasi dengan benar terhadap total jumlah data uji. Pada akurasi uji, nilai tertinggi diperoleh oleh metode CNN pada klasifikasi benign keratosis dan basal cell carcinoma, basal cell carcinoma dan vascular, serta actinic keratosis dan melanoma. Hal ini menunjukkan bahwa CNN merupakan metode yang paling efektif dalam klasifikasi data dibandingkan dengan MLP dan TL menggunakan VGG-16.

Meskipun transfer learning menggunakan arsitektur CNN, namun menggunakan pre-trained model VGG-16 yang telah dilatih pada ImageNet. Sementara CNN dalam konteks ini menggunakan model baru bukan pre-trained model.

B. Hasil Perbandingan Waktu

Pengujian pada dataset HAM10000 menggunakan metode multilayer perceptron dan deep neural networks juga dianalisis dari segi waktu eksekusi. Perbandingan waktu antara ketiga metode ditunjukkan dalam Tabel 4.17.

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa metode transfer learning memerlukan waktu pelatihan yang lebih lama dibandingkan dengan convolutional neural network dan multilayer perceptron. Waktu pelatihan pada transfer learning menjadi lama karena jumlah parameter yang sangat besar, yaitu 14.978.370. Meskipun demikian, meskipun waktu pelatihan lama, transfer learning mampu mencapai akurasi klasifikasi yang tinggi dan waktu uji yang cepat dibandingkan dengan kedua metode lainnya.

Pada Convolutional Neural Network, jumlah parameter yang lebih rendah, yaitu 2.605.122. Meskipun demikian, waktu pelatihan CNN hampir sama dengan transfer learning. Hal ini disebabkan karena transfer learning menggunakan pre-trained model yang sudah dilatih sebelumnya.

Grafik perbandingan waktu pelatihan dan waktu uji dapat dilihat pada Gambar. Waktu pelatihan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran input, jumlah citra, dan parameter model. Semakin besar ukuran input dan semakin banyak jumlah citra, maka waktu pelatihan akan semakin lama, meskipun akan meningkatkan akurasi. Semakin tinggi jumlah parameter juga akan meningkatkan waktu pelatihan.

Waktu uji merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memprediksi data baru. Pada penelitian ini, waktu uji mencakup waktu untuk memprediksi seluruh data uji. Grafik menunjukkan bahwa CNN memiliki waktu uji paling rendah pada klasifikasi melanoma dan melanocytic nevi, actinic keratosis dan benign keratosis, serta melanoma dan actinic keratosis. 

Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam membandingkan metode Convolutional Neural Network (CNN), Multi-Layer Perceptron (MLP), dan Transfer Learning (TL) dalam mengklasifikasi citra kanker kulit pada dataset HAM10000, penelitian ini dapat menyimpulkan metode mana yang paling baik digunakan.

Pada CNN, berhasil mencapai akurasi yang tinggi pada data uji baru dalam klasifikasi benign keratosis dan basal cell carcinoma, basal cell carcinoma dan vascular, serta actinic keratosis dan melanoma. Selain itu, waktu pengujian yang diperlukan paling sedikit dibandingkan dengan kedua metode lainnya pada klasifikasi melanoma dan melanocytic nevi, actinic keratosis dan benign keratosis, serta melanoma dan actinic keratosis.

Pada MLP, diperoleh akurasi data baru paling rendah di semua klasifikasi dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Metode ini juga memerlukan waktu pengujian yang paling lama dan waktu pelatihan yang paling singkat dibandingkan dengan kedua metode lainnya.

Pada TL, menggunakan VGG-16 berhasil mencapai akurasi yang tinggi setelah model CNN yang baru. Pre-trained model VGG-16 berhasil memperoleh waktu pengujian yang rendah setelah model CNN yang baru. Transfer learning menggunakan arsitektur CNN, tetapi menggunakan pre-trained model yang sudah dilatih pada dataset yang besar.

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa metode deep neural networks, khususnya CNN, merupakan metode terbaik untuk klasifikasi citra dibandingkan dengan menggunakan multi-layer perceptron.

REFERENSI:

Nasir, A. A., Mashor, M. Y., & Hassan, R. (2013). Classification of acute leukaemia cells using multilayer perceptron and simplified fuzzy ARTMAP neural networks. Int. Arab J. Inf. Technol., 10(5).
Ishak, S., Rahiman, M. H. F., Kanafiah, S. N. A. M., & Saad, H. (2015). Leaf disease classification using artificial neural network. J. Teknol., 77(17), 109–114.
Abas, M. A. H., Ismail, N., Yassin, A. I. M., & Taib, M. N. (2018). VGG16 for plant image classification with transfer learning and data augmentation. Int. J. Eng. Technol., 7(4), 90–94.
Li, K. M., & Li, E. C. (2018). Skin Lesion Analysis Towards Melanoma Detection via End-to-end Deep Learning of Convolutional Neural Networks.
Purwaningsih, T., Nurhikmat, T., & Utami, P. B. (2019). Image classification of Golek puppet images using convolutional neural networks algorithm. Int. J. Adv. Soft Comput. its Appl., 11(1), 34–45.
Lee, Y. C., Jung, S.-H., & Won, H.-H. (2018). WonDerM: Skin Lesion Classification with Fine-tuned Neural Networks.
Çevİk, E., & Zengİn, K. (2019). Classification of Skin Lesions in Dermatoscopic Images with Deep Convolution Network.
Xin, M., & Wang, Y. (2019). Research on image classification model based on deep convolution neural network.
Tschandl, P., Rosendahl, C., & Kittler, H. (2018). Data descriptor: The HAM10000 dataset, a large collection of multi-source dermatoscopic images of common pigmented skin lesions. Sci. Data, 5, 1–9.

Related Posts

Previous
Next Post »
close